KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah berkenan
memberi petunjuk dan kekuatan kepada penulis sehingga makalah, “KOLOID” ini
dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi – materi yang ada.
Materi – materi bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan siswa
dalam belajar mengenai koloid. Serta siswa juga dapat memahami nilai – nilai
dasar
yang direfleksikan dalam berpikir dan bertindak.
Mudah-mudahan dengan mempelajari makalah ini, para siswa akan mampu menghadapi masalah-masalah atau kesulitan-kesulitan yang timbul dalam belajar Teknologi Infomasi dan Komunikasi. Dan dengan harapan semoga siswa mampu berinovasi dan berkreasi dengan potensi yang dimiliki.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
akhir semester untuk bidang study kimia, dan lebih lanjut semoga makalah ini
bermanfaat untuk menambah pengetahuan seputar Sistem Koloid. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Garut, 27 November 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .........................................................................
Daftar Isi ..................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN............................................................
1.1 Latar Belakang...............................................................
1.2 Rumusan Masalah..........................................................
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................
1.4 Manfaat Penulisan.........................................................
1.4 Manfaat Penulisan.........................................................
BAB II
Jenis-jenis Koloid .........................................................
2.1 Definisi Koloid..............................................................
2.2
Perbedaan antara Larutan Suspensi dan Koloid.............
2.3 Jenis-jenis
Koloid..........................................................
2.4 Sifat-sifat
Koloid...........................................................
2.5
Koloid dalam kehidupan sehari-hari..............................
2.6 Cara
membuat Koloid....................................................
BAB III PENUTUP.......................................................................
3.1
Kasimpulan.....................................................................
3.2 Saran ..............................................................................
BAB IV DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Koloid adalah suatu bentuk
campuran yang keberadaannya terletak antara
suspesi danlarutan. Contohnya susu kental
manis. Ada dua cara pembuatan koloid, yaitu cara kondensasi dan cara dispensi.
Pada cara kondensasi partikel melokeler dikondensasikan menjadi partikel dengan
ukuran koloid. Pada cara dispersasi bahan dalam bentuk kasar dihaluskan
kemudian didispersasikan kedalam medium perdispersinya. Contohnya pada
pembuatan agar-agar dan pencampuran larutan detergen dengan air dan minyak
tanah.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk meningkatkan motivasi
belajar khususnya bagi siswa, banyak faktor yangmempengaruhinya
dan beberapa cara untuk meningkatkan motivasi belajarnya.
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui
pentingnya motivasi belajar bagi siswa.Dan tujuannya untuk menjelaskan apa itu
motivasi, belajar, pentingnya motivasi belajar,faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi belajar, dan cara-cara meningkatkan motivasi belajar.
1.4 Manfaat Penulisan
Metode yang kami pakai dalam
penyusunan karya ilmiah ini adalah:- Mencari sumber baik Buku, Koran, ataupun
Internet- Mancari keterangan-keterangan lain dari orang-orang terdekat
BAB II JENIS-JENIS KOLOID
2.1Pengertian
Koloid
Koloid
adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya antara larutan dan suspensi.
Koloid merupakan sistem heterogen, dimana suatu zat "didispersikan"
ke dalam suatu media yang homogen. Ukuran zat yang didispersikan berkisar dari
satu nanometer (nm) hingga satu mikrometer (µm).
Jika kita
campurkan susu (misalnya, susu instan) dengan air, ternyata susu
"larut" tetapi "larutan" itu tidak bening melainkan keruh.
Jika didiamkan, campuran itu tidak memisah dan juga tidak dapat dipisahkan
dengan penyaringan (hasil penyaringan tetap keruh). Secara makroskopis campuran
ini tampak homogen. Akan tetapi, jika diamati dengan mikroskop ultra ternyata
masih dapat dibedakan partikel-partikel lemak susu yang tersebar di dalam air.
Campuran seperti inilah yang disebut koloid.
Jadi,
koloid tergolong campuran heterogen dan merupakan sistem dua fase. Zat yang
didipersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk
mendispersikan zat disebut medium dispersi. Fase terdispersi bersifat diskontinu
(terputus-putus), sedangkan medium dispersi bersifat kontinu. Pada
campuran susu dengan air, fase terdispersi adalah lemak, sedangkan medium
dispersinya adalah air.
2.2
Perbedaan antara larutan Suspensi dan Koloid
Perbedaan
yang paling mendasar ada pada ukuran molekul zat terlarut. Jika ukuran molekul
zat terlarutnya di bawah 1 nanometer, maka itu disebut larutan di mana zat
terlarutnya tidak terlihat dan pelarut hampir tidak mengalami perubahan
karakteristik visual (warna, transparansi, difusivitas cahaya, absorptivitas
cahaya, dsb).
Jika ukurannya antara 1 nanometer hingga 1 mikrometer, maka yang terbentuk adalah koloid di mana seluruh molekul zat terlarut mengubah seluruh karakteristik visual pelarutnya dan terdispersi. Dapat dikatakan bahwa antara pelarut dan zat terlarut benar-benar tercampur.
Ukuran lebih dari 1 mikrometer berarti terjadi suspensi, di mana molekul2 zat terlarut tidak terlarutkan dan tidak terdispersi melainkan mengendap di dasar wadah. Hampir tidak mengubah karakteristik visual pelarutnya.
Sesungguhnya ukuran 1 nanometer atau 1 mikrometer itu tidak pasti, hal ini tergantung pada kapasitas pelarutnya apakah mampu menampung zat terlarutnya hingga menjadi kondisi campuran tertentu (larutan, koloid, atau suspensi). Kapasitas pelarut yang dimaksud adalah ukuran molekul pelarut dan hubungan antar molekul antara pelarut dan zat terlarut. Itulah yang membedakan mengapa hidrokarbon tidak larut dalam air namun larut dalam alkohol.
Jika ukurannya antara 1 nanometer hingga 1 mikrometer, maka yang terbentuk adalah koloid di mana seluruh molekul zat terlarut mengubah seluruh karakteristik visual pelarutnya dan terdispersi. Dapat dikatakan bahwa antara pelarut dan zat terlarut benar-benar tercampur.
Ukuran lebih dari 1 mikrometer berarti terjadi suspensi, di mana molekul2 zat terlarut tidak terlarutkan dan tidak terdispersi melainkan mengendap di dasar wadah. Hampir tidak mengubah karakteristik visual pelarutnya.
Sesungguhnya ukuran 1 nanometer atau 1 mikrometer itu tidak pasti, hal ini tergantung pada kapasitas pelarutnya apakah mampu menampung zat terlarutnya hingga menjadi kondisi campuran tertentu (larutan, koloid, atau suspensi). Kapasitas pelarut yang dimaksud adalah ukuran molekul pelarut dan hubungan antar molekul antara pelarut dan zat terlarut. Itulah yang membedakan mengapa hidrokarbon tidak larut dalam air namun larut dalam alkohol.
2.3 Jenis-jenis
koloid
Penggolongan sistem koloid
didasarkan pada jenis fase pendispersi dan fase terdispersi
·
1. Aerosol
Sistem koloid dari partikel padat
atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi
berupa zat padat disebut aerosol padat. Contoh aerosol padat : debu buangan
knalpot. Sedangkan zat yang terdispersi berupa zat cair disebut aerosol cair.
Contoh aerosol cair : hairspray dan obat semprot.
Untuk menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong (propelan aerosol). Contoh propelan aerosol yang banyak digunakan yaitu CFC dan CO2.
Untuk menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong (propelan aerosol). Contoh propelan aerosol yang banyak digunakan yaitu CFC dan CO2.
·
2. Sol
Sistem koloid dari partikel padat
yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Contoh sol : putih telur, air
lumpur, tinta, cat dan lain-lain. Sistem koloid dari partikel padat yang
terdispersi dalam zat padat disebut sol padat. Contoh sol padat : perunggu,
kuningan, permata (gem).
·
3. Emulsi
Sistem koloid dari zat cair yang
terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Sedangkan sistem koloid dari
zat cair yang terdispersi dalam zat padat disebut emulsi padat dan sistem
koloid dari zat cair yang terdispersi dalam gas disebut emulsi gas. Syarat
terjadinya emulsi yaitu kedua zat cair tidak saling melarutkan.
Emulsi digolongkan ke dalam 2 bagian yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak.. Contoh emulsi minyak dalam air : santan, susu, lateks. Contoh emulsi air dalam minyak : mayonnaise, minyak ikan, minyak bumi. Contoh emulsi padat : jelly, mutiara, opal.
Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Misalnya sabun dicampurkan kedalam campuran minyak dan air, maka akan diproleh campuran stabil yang disebut emulsi.
Emulsi digolongkan ke dalam 2 bagian yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak.. Contoh emulsi minyak dalam air : santan, susu, lateks. Contoh emulsi air dalam minyak : mayonnaise, minyak ikan, minyak bumi. Contoh emulsi padat : jelly, mutiara, opal.
Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Misalnya sabun dicampurkan kedalam campuran minyak dan air, maka akan diproleh campuran stabil yang disebut emulsi.
·
4. Buih
Sistem koloid dari gas yang
terdispersi dalam zat cair disebut buih, sedangkan sistem koloid dari gas yang
terdispersi dalam zat padat disebut buih padat.Buih digunakan dalam proses
pengolahan biji logam dan alat pemadam kebakarn. Contoh buih cair : krim kocok
(whipped cream), busa sabun. Contoh buih padat : lava, biskuit.
Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke dalam zat yang mengandung pembuih dan distabilkan oleh pembuih seperti sabun dan protein. Ketika buih tidak dikehendaki, maka buih dapat dipecah oleh zat-zat seperti eter, isoamil dan alkohol.
Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke dalam zat yang mengandung pembuih dan distabilkan oleh pembuih seperti sabun dan protein. Ketika buih tidak dikehendaki, maka buih dapat dipecah oleh zat-zat seperti eter, isoamil dan alkohol.
·
5. Gel
Sistem koloid dari zat cair yang
terdispersi dalam zat padat dan bersifat setengah kaku disebut gel. Gel dapat
terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsropsi medium
dispersinya sehingga terjadi koloid yang agak padat. Contoh gel : agar-agar,
semir sepatu, mutiara, mentega.
Campuran gas dengan gas tidak membentuk sistem koloid
tetapi suatu larutan sebab semua gas bercampur baik secara homogen dalam segala
perbandingan.
Sistem koloid dapat dikelompokkan, seperti tabel berikut :
Sistem koloid dapat dikelompokkan, seperti tabel berikut :
N
|
Fase Terdispersi
|
Medium Pendispersi
|
Nama Koloid
|
Contoh
|
1
|
Gas
|
Cair
|
Busa/Buih
|
Buih sabun, krim kocok
|
2
|
Gas
|
Padat
|
Busa padat
|
Batu apaung, karet busa
|
3
|
Cair
|
Gas
|
Aerosol
|
Awan, kabut
|
4
|
Cair
|
Cair
|
Emulsi
|
Susu, santan
|
5
|
Cair
|
Padat
|
Emulsi padat
|
Keju, mentega, mutiara
|
6
|
Padat
|
Gas
|
Aerosol padat
|
Asap, debu
|
7
|
Padat
|
Cair
|
Sol
|
Cat, kanji, tinta
|
8
|
Padat
|
Padat
|
Sol padat
|
Kaca berwarna, paduan logam
|
2.4 Sifat-sifat
koloid
1. Efek Tyndall
Cara yang paling mudah untuk
membedakan suatu campuran merupakan larutan, koloid, atau suspensi adalah
menggunakan sifat efek Tyndall . Jika seberkas cahaya dilewatkan melalui
suatu sistem koloid, maka berkas cahaya tersebut kelihatan dengan jelas. Hal
itu disebabkan penghamburan cahaya oleh partikel-partikel koloid. Gejala
seperti itulah yang disebut efek Tyndall koloid.
Istilah efek Tyndall didasarkan pada nama penemunya,
yaitu John Tyndall (1820-1893) seorang ahli fisika Inggris. John Tyndall
berhasil menerangkan bahwa langit berwarna biru disebabkan karena penghamburan
cahaya pada daerah panjang gelombang biru oleh partikel-partikel oksigen dan
nitrogen di udara. Berbeda jika berkas cahaya dilewatkan melalui larutan,
nyatanya berkas cahaya seluruhnya dilewatkan. Akan tetapi, jika berkas cahaya
tersebut dilewatkan melalui suspensi, maka berkas cahaya tersebut seluruhnya
tertahan dalam suspensi tersebut.
2. Gerak Brown
Dengan menggunakan mikroskop ultra
(mikroskop optik yang digunakan untuk melihat partikel yang sangat kecil)
partikel-partikel koloid tampak bergerak terus-menerus, gerakannya patah-patah
(zig-zag), dan arahnya tidak menentu. Gerak sembarang seperti ini disebut gerak
Brown. Gerak Brown ditemukan oleh seorang ahli biologi berkebangsaan Inggris,
Robert Brown ( 1773 – 1858), pada tahun 1827.
Gerak Brown terjadi akibat adanya
tumbukan yang tidak seimbang antara partikel-partikel koloid dengan
molekul-molekul pendispersinya. Gerak Brown akan makin cepat, jika
partikel-partikel koloid makin kecil. Gerak Brown adalah bukti dari teori
kinetik molekul.
3. Elektroforesis
Koloid ada yang netral dan ada yang
bermuatan listrik. Bagaimana mengetahui suatu koloid bermuatan listrik atau
tidak? Dan mengapa koloid bermuatan listrik?
Jika partikel-partikel koloid dapat
bergerak dalam medan listrik, berarti partikel koloid tersebut bermuatan
listrik. Jika sepasang elektrode dimasukkan ke dalam sistem koloid, partikel
koloid yang bermuaran positif akan menuju elektrode negatif (katode) dan
partikel koloid yang bermuatan negatif akan menuju elektrode positif (anode).
Pergerakan partikel-partikel koloid dalam medan listrik ke masing-masing elektrode
disebut elektroforesis . Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid
Pada sel elektroforesis, partikel-partikel koloid akan
dinetralkan muatannya dan digumpalkan di bawah masing-rnasing elektrode. Di
samping untuk menentukan muatan suatu partikel koloid, elektroforesis digunakan
pula dalam industri, misalnya pembuatan sarung tangan dengan karet. Pada
pembuatan sarung tangan ini, getah karet diendapkan pada cetakan berbentuk tangan
secara elektroforesis. Elektroforesis juga digunakan untuk mengurangi
pencemaran udara yang dikeluarkan melalui cerobong asap pabrik. Metode ini
pertama-tama dikembangkan oleh Frederick Cottrell (1877 - 1948) dari Amerika
Serikat. Metode ini dikenal dengan metode Cottrell . Cerobong asap
pabrik dilengkapi dengan suatu pengendap listrik (pengendap Cottrell), berupa
lempengan logam yang diberi muatan listrik yang akan menggumpalkan
partikel-partikel koloid dalam asap buangan.
4. Absorpsi
Suatu partikel koloid akan bermuatan
listrik apabila terjadi penyerapan ion pada permukaan partikel koloid tersebut.
Contohnya, koloid Fe(OH) 3 dalam air akan menyerap ion H +
sehingga bermuatan positif, sedangkan koloid As 2 S 3
akan menyerap ion-ion negatif. Kita tahu bahwa peristiwa ketika permukaan suatu
zat dapat menyerap zat lain disebut absorpsi . Berbeda dengan absorpsi
pada umumnya, penyerapan yang hanya sampai ke bagian dalam di bawah permukaan
suatu zat, suatu koloid mempunyai kemampuan mengabsorpsi ion-ion. Hal itu
terjadi karena koloid tersebut mempunyai permukaan yang sangat luas. Sifat
absorpsi partikel-partikel koloid ini dapat dimanfaatkan, antara lain sebagai
berikut.
a. Pemutihan gula pasir
Gula pasir yang masih kotor
(berwarna coklat) diputihkan dengan cara absorpsi. Gula yang masih kotor
dilarutkan dalam air panas, lalu dialirkan melalui sistem koloid, berupa
mineral halus berpori atau arang tulang. Kotoran gula akan diabsorpsi oleh
mineral halus berpori atau arang tulang sehingga diperoleh gula berwarna putih.
b. Pewarnaan serat wol, kapas, atau sutera
Serat yang akan diwarnai dicampurkan
dengan garam A1 2 (SO 4 ) 3, lalu dicelupkan
dalam larutan zat warna. Koloid Al(OH) 3 yang terbentuk, karena A1
2 (SO 4) 3 terhidrolisis, akan mengabsorpsi zat
warna.
c. Penjernihan air
Air keruh
dapat dijernihkan dengan menggunakan tawas (K 2 SO 4 A1
2 (SO 4 ) 3 ) yang ditambahkan ke dalam air keruh.
Koloid Al(OH) 3 yang terbentuk akan mengabsorpsi, menggumpalkan, dan
mengendapkan kotoran-kotoran dalam air.
d. Obat
Serbuk karbon (norit), yang dibuat
dalam bentuk pil atau tablet, apabila diminum dapat menyembuhkan sakit perut
dengan cara absorpsi. Dalam usus, norit dengan air akan membentuk sistem koloid
yang mampu mengabsorpsi dan membunuh bakteri-bakteri berbahaya yang menyebabkan
sakit perut.
e. Alat Pembersih (sabun)
Membersihkan benda-benda dengan
mencuci memakai sabun didasarkan pada prinsip absorpsi. Buih sabun mempunyai
permukaan yang luas sehingga mampu mengemulsikan kotoran yang melekat pada
benda yang dicuci.
f. Koloid tanah liat mampu menyerap koloid humus
Koloid tanah dapat mengabsorpsi
koloid humus yang diperlukan tumbuh-tumbuhan sehingga tidak terbawa oleh air
hujan.
5. Koagulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel-partikel koloid.
Proses koagulasi ini terjadi akibat tidak stabilnya sistem koloid. Sistem
koloid stabil bila koloid tersebut bermuatan positif atau bermuatan negatif.
Jika muatan pada sistem koloid tersebut dilucuti dengan cara menetralkan
muatannya, maka koloid tersebut menjadi tidak stabil lalu terkoagulasi
(menggumpal). Koagulasi dengan cara menetralkan muatan koloid dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu sebagai berikut.
1) Penambahan Zat Elektrolit
Jika pada suatu koloid bermuatan
ditambahkan zat elektrolit, maka koloid tersebut akan terkoagulasi. Contohnya,
lateks (koloid karet) bila ditambah asam asetat, maka lateks akan menggumpal.
Dalam koagulasi ini ada zat elektrolit yang lebih efisien untuk mengoagulasikan
koloid bermuatan, yaitu sebagai berikut.
a. Koloid bermuatan positif lebih mudah dikoagulasikan
oleh elektrolit yang muatan ion negatifnya lebih besar. Contoh; koloid Fe(OH)
3 adalah koloid bermuatan positif, lebih mudah digumpalkan oleh H 2
SO 4 daripada HC1.
b. Koloid bermuatan negatif lebih mudah dikoagulasikan
oleh elektrolit yang muatan ion positifnya lebih besar. Contoh; koloid As
2 S 3 adalah koloid bermuatan negatif, lebih mudah digumpalkan
oleh BaCl 2 daripada NaCl
2) Mencampurkan Koloid yang Berbeda Muatan
Bila dua koloid yang berbeda muatan dicampurkan, maka
kedua koloid tersebut akan terkoagulasi. Hal itu disebabkan kedua koloid saling
menetralkan sehingga terjadi gumpalan. Contoh, campuran koloid Fe(OH) 3
dengan koloid As 2 S 3 .
Selain koagulasi yang disebabkan adanya pelucutan
muatan koloid, seperti di atas, ada lagi proses koagulasi dengan cara mekanik,
yaitu melakukan pemanasan dan pengadukan terhadap suatu koloid. Contohnya,
pembuatan lem kanji, sol kanji dipanaskan sampai membentuk gumpalan yang
disebut 1em kanji.
Di bawah ini beberapa contoh koagulasi
dalam kehidupan sehari-hari dan dalam industri.
a) Pembentukan delta di muara sungai.
Hal ini terjadi karena koloid tanah liat akan
terkoagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut.
b) Penggumpalan lateks (koloid karet) dengan cara menambahkan
asam asetat ke dalam lateks.
c) Sol tanah liat (berbentuk lumpur) dalam air, yang
membuat air menjadi keruh, akan menggumpal jika ditambahkan tawas. Ion Al
3+ akan menggumpalkan koloid tanah liat yang bermuatan negatif.
6. Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Adanya sifat absorpsi dan zat
terdispersi (dengan fase padat) terhadap mediumnya (dengan fase cair), maka
kita mengenal dua jenis sol, yaitu sol liofil dan sal liofob. Sol liofil
ialah sol yang zat terdispersinya akan menarik dan mengabsorpsi molekul
mediumnya. Sol liofob ialah sol yang zat terdispersinya tidak menarik
dan tidak mengabsorpsi molekul mediumnya.
Bila sol tersebut menggunakan air
sebagai medium, maka kedua jenis koloid tersebut adalah sol hidrofil dan sot
hidrofob. Contoh koloid hidrofil adalah kanji, protein, sabun, agar-agar,
detergen, dan gelatin. Contoh koloid hidrofob adalah sol-sol sulfida, sol-sol
logam, sol belerang, dan sol Fe(OH) 3 .
Sol liofil lebih kental daripada
mediumnya dan tidak terkoagulasi jika ditambah sedikit elektrolit. Oleh karena
itu, koloid liofil lebih stabil jika dibandingkan dengan koloid liofob. Untuk
menggumpalkan koloid liofil diperlukan elektrolit dalam jumlah banyak, sebab
selubung molekul-molekul cairan yang berfungsi sebagai pelindung harus
dipecahkan terlebih dahulu. Untuk memisahkan mediumnya, pada koloid liofil,
dapat kita lakukan dengan cara pengendapan atau penguraian. Akan tetapi, jika
zat mediumnya ditambah lagi, maka akan terbentuk koloid liofil lagi. Dengan
kata lain, koloid liofil bersifat reversibel . Koloid liofob mempunyai
sifat yang berlawanan dengan koloid liofil.
7. Dialisis
Untuk menghilangkan ion-ion
pengganggu kestabilan koloid pada proses pembuatan koloid, dilakukan
penyaringan ion-ion tersebut dengan menggunakan membran semipermeabel .
Proses penghilangan ion-io n pengganggu
dengan cara menyaring menggunakan membran/selaput semipermeabel disebut dialisis
. Proses dialisis tersebut adalah sebagai berikut. Koloid dimasukkan ke dalam
sebuah kantong yang terbuat dari selaput semipermeabel. Selaput ini hanya dapat
melewatkan molekul-molekul air dan ion-ion, sedangkan partikel koloid tidak
dapat lewat. Jika kantong berisi koloid tersebut dimasukkan ke dalam sebuah
tempat berisi air yang mengalir, maka ion-ion pengganggu akan menembus selaput
bersama-sama dengan air. Prinsip dialisis ini digunakan dalam proses pencucian
darah orang yang ginjalnya (alat dialisis darah dalam tubuh) tidak berfungsi
lagi.
8. Koloid Pelindung
Untuk sistem koloid yang kurang
stabil, perlu kita tambahkan suatu koloid yang dapat melindungi koloid tersebut
agar tidak terkoagulasi. Koloid pelindung ini akan membungkus atau membentuk
lapisan di sekeliling partikel koloid yang dilindungi. Koloid pelindung ini
sering digunakan pada sistem koloid tinta, cat, es krim, dan sebagainya; agar
partikel-partikel koloidnya tidak menggumpal. Koloid pelindung yang berfungsi
untuk menstabilkan emulsi disebut emulgator (zat pengemulsi). Contohnya,
susu yang merupakan emulsi lemak dalam air, emulgatornya adalah kasein (suatu
protein yang dikandung air susu). Sabun dan detergen juga termasuk koloid
pehindung dari emulsi antara minyak dengan air
2.5 koloid pada kehidupan
sehari-hari
Sistem koloid banyak digunakan
pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan
untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan
bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.
Berikut ini adalah tabel aplikasi koloid:
Berikut ini adalah penjelasan mengenai aplikasi
koloid:
1. Pemutihan Gula
Gula
tebu yang masih berwarna dapat diputihkan. Dengan melarutkan gula ke dalam
air, kemudian larutan dialirkan melalui sistem koloid tanah diatomae atau
karbon. Partikel koloid akan mengadsorpsi zat warna tersebut. Partikel-partikel
koloid tersebut mengadsorpsi zat warna dari gula tebu sehingga gula dapat
berwarna putih.
2. Penggumpalan Darah
Darah
mengandung sejumlah koloid protein yang bermuatan negatif. Jika terjadi luka,
maka luka tersebut dapat diobati dengan pensil stiptik atau tawas yang
mengandung ion-ion Al3+ dan Fe3+. Ion-ion tersebut
membantu agar partikel koloid di protein bersifat netral sehingga proses
penggumpalan darah dapat lebih mudah dilakukan.
3. Penjernihan Air
Air keran
(PDAM) yang ada saat ini mengandung partikel-partikel koloid tanah
liat,lumpur, dan berbagai partikel lainnya yang bermuatan negatif. Oleh
karena itu, untuk menjadikannya layak untuk diminum, harus dilakukan beberapa
langkah agar partikel koloid tersebut dapat dipisahkan. Hal itu dilakukan
dengan cara menambahkan tawas (Al2SO4)3.Ion
Al3+ yang terdapat pada tawas tersebut akan terhidroslisis
membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang bermuatan positif melalui
reaksi:
Al3+ +
3H2O à Al(OH)3 +
3H+
Setelah
itu, Al(OH)3 menghilangkan muatan-muatan negatif dari partikel
koloid tanah liat/lumpur dan terjadi koagulasi pada lumpur. Lumpur tersebut
kemudian mengendap bersama tawas yang juga mengendap karena pengaruh
gravitasi. Berikut ini adalah skema proses penjernihan air secara lengkap:
2.6 Cara membuat koloid
Jika kita
atau sebuah industri akan memproduksi suatu produk berbentuk koloid, bahan
bakunya adalah larutan (partikel berukuran kecil) atau suspensi (partikel
berukuran besar). Didasarkan pada bahan bakunya, pembuatan koloid dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut.
1. Kondensasi
Kondensasi adalah cara pembuatan koloid
dari partikel kecil (larutan) menjadi partikel koloid. Proses kondensasi ini
didasarkan atas reaksi kimia; yaitu melalui reaksi redoks, reaksi hidrolisis,
dekomposisi rangkap, dan pergantian pelarut.
1) Reaksi Redoks
Contoh
a. Pembuatan sol belerang dari reaksi redoks antara gas H2S
dengan larutan SO2
Persamaan reaksinya: 2 H 2 S (g) + SO
2 (aq) →2 H 2 O (l) + 3 S (s)
sol belerang
b. Pembuatan sol emas dari larutan AuCl 3 dengan
larutan encer formalin (HCHO).
Persamaan reaksinya:
2 AuCl 3(aq) + 3 HCHO (aq) + 3H 2
O (l) → 2 Au (s) + 6HCl
(aq) + 3 HCOOH (aq) sol emas
2) Reaksi Hidrolisis
Contoh, pembuatan sol Fe(OH) 3 dengan penguraian
garam FeCl 3 Persamaan reaksinya adalah: mengunakan air mendidih.
FeCl 3 (aq)
+ 3 H 2 O (l) → Fe(OH) 3 (s) + 3
HCl ( aq)
sol Fe(OH) 3
3) Reaksi Dekomposisi Rangkap
Contoh
a) Pembuatan sol As 2 S 3, dibuat dengan
mengalirkan gas H 2 S dan asam arsenit (H 3 AsO 3
) yang encer.
Persamaan reaksinya: 2 H 3 AsO 3 (aq) + 3
H 2 S (g) → As 2 S 3 (s)
+ 6H 2 O (l)
sol As 2 S 3
b) Pembuatan sol AgCl dari larutan AgNO 3 dengan
larutan NaCl encer.
Persamaan reaksinya: AgNO 3 (aq) + NaC1 (aq)
→ AgCl (s) + NaNO
3 (aq) Sol AgCl
4) Reaksi Pergantian Pelarut
Contoh, pembuatan sol belerang dari larutan belerang dalam
alkohol
ditambah dengan air. Persamaan reaksinya:
S (aq) + alkohol +
air → S (s) Larutan S sol belerang
2. Dispersi
Dispersi adalah pembuatan partikel
koloid dari partikel kasar (suspensi). Pembuatan koloid dengan dispersi
meliputi: cara mekanik, peptisasi, busur Bredig, dan ultrasonik.
1) Proses Mekanik
Proses mekanik adalah proses pembuatan koloid
melalui penggerusan atau penggilingan (untuk zat padat) serta dengan
pengadukan atau pengocokan (untuk zat cair). Setelah diperoleh partikel yang
ukurannya sesuai dengan ukuran koloid, kemudian didispersikan ke dalam medium
(pendispersinya). Contoh, pembuatan sol belerang.
2) Peptisasi
Peptisasi adalah cara pembuatan koloid
dengan menggunakan zat kimia (zat elektrolit) untuk memecah partikel besar
(kasar) menjadi partikel koloid. Contoh, proses pencernaan makanan dengan
enzim dan pembuatan sol belerang dari endapan nikel sulfida, dengan
mengalirkan gas asam sulfida.
3) Busur Bredig
Busur Bredig ialah alat pemecah zat padatan
(logam) menjadi partikel koloid dengan menggunakan arus listrik tegangan
tinggi. Caranya adalah dengan membuat logam, yang hendak dibuat solnya,
menjadi dua kawat yang berfungsi sebagai elektrode yang dicelupkan ke dalam air;
kemudian diberi loncatan listrik di antara kedua ujung kawat. Logam sebagian
akan meluruh ke dalam air sehingga terbentuk sol logam. Contoh, pembuatan sol
logam.
4) Suara Ultrasonik
Cara ini hampir sama dengan
cara busur Bredig, yaitu sama-sama untuk pembuatan sol logam. Ka1au busur
Bredig menggunakan arus listrik tegangan tinggi, maka cara ultrasonik
menggunakan energi bunyi dengan frekuensi sangat tinggi, yaitu di atas 20.000
Hz.
|
||||||||||||||
|
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Motivasi dalam kegiatan belajar
mengajar sangat penting baik motivasi dari dalam maupundari pihak luar.
3.2. Saran
Sebaiknya sebagai calon guru harus
mempelajari motivasi – motivasi apa saja yang dapatdigunakan dalam lingkungan
pendidikan SMK. Guru dapat menempatkan diri sebagai fasilitator yang baik yang mampu
membimbing anak didiknya agar senang dan mau belajar karena dengan belajar yang
efektif maka derajat pendidikan Indonesia dapatterangkat.Penerapan motif yang dapat dilakukan antara lain memberikan
ranking,memberikan hadiah sewajarnya, memberikan pujian,
memberikan nilai penetapan dan masih banyak lagi metode – metode yang
dapat dilakukan
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
-
romdhoni.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/Koloid.pdf
-
kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web